SAHAM DOMINO - Pemerintah memblokir 11 media online berbasis Islam pada 30 Desember 2016 lalu. Apa alasan pemerintah memblokir 11 media online tersebut?
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Humas Kominfo Noor Iza mengatakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir 11 situs tersebut karena dianggap menyebarkan konten ilegal.
Pemblokiran itu merupakan hasil pantauan Kemenkominfo terhadap 200 situs online yang sedang diawasi. Dari 200 situs, 11 di antaranya diblokir karena dianggap menyebarkan konten negatif, seperti ujaran kebencian, fitnah, provokasi, SARA, hingga penghinaan simbol negara. “Media online yang diblokir diyakini bermuatan negatif,” tegas Noor Iza.
Saat mengakses 11 media online berbasis Islam itu dengan menggunakan salah satu ISP, hasilnya akan dialihkan ke halaman Trust Positif/Internet Baik.
Kendati demikian, beberapa situs yang diblokir itu masih bisa diakses saat menggunakan ISP lain.
Pemblokiran 11 media online tersebut tak lepas dari arahan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Kepresiden pada Kamis (29/12/2016). Saat itu, Jokowi meminta agar media online penyebar berita fitnah dan berita hoax segera dievaluasi.
Pemblokiran 11 media online tersebut mendapat reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian setuju, tapi ada pula yang menganggap pemblokiran 11 media online tersebut merupakan kemunduran dalam kemerdekaan pers.
Wakil Ketua DPR RI Fadli mengatakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah berbuat diskriminatif dan sewenang-wenang. Sebab, pemblokiran media online harusnya dilakukan secara transparan, serta melalui mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan.
“Pemblokiran yang sewenang-wenang selain dapat melanggar konstitusi. Juga mengancam kebebasan berpendapat yang telah dibangun,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (3/12).
Fadli menjelaskan, Kemenkominfo punya tata kelola yang harus dijalankan sebelum melakukan pemblokiran sebuah situs. Seperti tahap pendahuluan mulai dari verifikasi, pemanggilan pengelola situs, hingga keputusan. Atau hanya cukup dengan peringatan keras atau sanksi pemblokiran.
“Para pengelola situs juga memiliki identitas yang jelas dan resmi, bisa ditelusuri. Sehingga tidak sulit untuk melakukan verifikasi dan pemanggilan. Pemerintah harus melakukan sesuai prosedur agar tidak subjektif,” ujarnya.
Hal senada dikatakan Sekretaris Umum Forum Jurnalis Muslim (FORJIM), Muhammad Shodiq Ramadhan. Shodiq menilai pemblokiran terhadap media Islam yang dilakukan untuk ketiga kalinya ini merupakan kemunduran dalam kemerdekaan pers. Padahal, pasca reformasi, konstitusi telah membuka keran kemerdekaan pers secara lebar-lebar.
“Tindakan ini bisa dikatakan inkonstitusional, karena melanggar UUD 1945 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat, maupun UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi sebagai warga negara,” ungkap Sekretaris Umum FORJIM Muhammad Shodiq Ramadhan, dalam rilisnya, Selasa sore (3/01/2017).
Selain bertentangan dengan konstitusi, menurut Shodiq, langkah pemblokiran 11 media online juga dinilainya sangat kental dengan nuansa politis. Diketahui, sebagian besar dari media yang diblokir adah media-media yang selama ini selalu kritis dengan kebijakan pemerintah.
“Termasuk media-media inilah yang selama ini menjadi corong perjuangan umat Islam di Jakarta untuk menolak pemimpin non-Muslim. Mereka yang merasa di pihak yang berseberangan tentu merasa gerah,” tandas Shodiq.
0 komentar:
Posting Komentar